Beberapa manual kuno yang pernah ada, bisa kita sebut misalnya Ars Amatoria (The Art of Love) karya penyair Romawi , Publius (43 SM - 17 M). Atau Kama Sutra karya Vatsyayana dari India, yang ditaksir hidup pada zaman Gupta (sekitar abad ke 1-6 M). Keduanya bukan melihat seks sebagai subyek penelitian medis dan ilmiah melainkan sex manual.
Di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, neurolog dan pakar psikoanalisis asal Austria, Sigmund Freud (1856-1939), mengembangkan sebuah teori tentang seksualitas yang didasarkan pada studinya terhadap para kliennya.
Di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, neurolog dan pakar psikoanalisis asal Austria, Sigmund Freud (1856-1939), mengembangkan sebuah teori tentang seksualitas yang didasarkan pada studinya terhadap para kliennya.
Nun jauh disana, di tanah Jawa pada awal abad ke-19 muncul pula sebuah karya sastra yang terkenal hingga kini, yaitu serat Centhini (nama resminya Suluk Tembangraras). Serat ini digubah pada sekitar 1815 oleh tiga orang pujangga istana Keraton Surakarta yaitu Yasadipura II, Ranggasutrasna, dan R Ng. Sastradipura (haji Ahmad Ilhar) atas perintah K.G.P.A.A Amengkunegara II atau sinuwun Paku Buwana V.
Serat Centhini yang terdiri atas 722 tembang (lagu Jawa) itu antara lain memang bicara soal seks dan seksualitas. Justru karena itulah serat ini menjadi termasyhur, bahkan di kalangan pakar dunia.
Seorang kontributor sebuah surat kabar Perancis, Elizabeth D. Inandiak misalnya, telah menterjemahkan ke dalam bahasa Perancis dengan judul Les Chants de l'ile a dormir debout le livre de Centhini (2002).
0 comments:
Post a Comment